Minggu, 21 Oktober 2012

MAKNA DENOTATIF


Makna denotatif adalah makna dalam alam wajar secara eksplisit. Makna wajar ini adalah makna yang sesuai dengan apa adanya. Denotatif adalah suatu pengertian yang dikandung sebuah kata secara objektif. Sering juga makna denotatif disebut maka konseptual, makna denotasional atau makna kognitif karena dilihat dari sudut yang lain. Pada dasarnya sama dengan makna referensial sebab makna denotasi ini lazim diberi penjelasan sebagai makna yang sesuai dengan hasil menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan, atau pengalaman lainnya.
Denotasi adalah hubungan yang digunakan di dalam tingkat pertama pada sebuah kata yang secara bebas memegang peranan penting di dalam ujaran (Lyons, I, 1977:208). Dalam beberapa buku pelajaran, makna denotasi sering juga disebut makna dasar, makna asli, atau makna pusat.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa makna denotasi adalah makna sebenarnya yang apa adanya sesuai dengan indera manusia. Kata yang mengandung makna denotatif mudah dipahami karena tidak mengandung makna yang rancu walaupun masih bersifat umum. Makna yang bersifat umum ini maksudnya adalah makna yang telah diketahui secara jelas oleh semua orang. Berikut ini beberapa contoh kata yang mengandung makna denotatif:

1. Dia adalah wanita cantik

Kata cantik ini diucapkan oleh seorang pria terhadap wanita yang berkulit putih, berhidung mancung, mempunyai mata yang indah dan berambut hitam legam.

2. Tami sedang tidur di dalam kamarnya.

Kata tidur ini mengandung makna denotatif bahwa Tami sedang beristirahat dengan memejamkan matanya (tidur).
Masih banyak contoh kata-kata lain yang mengandung makna denotatif selama kata itu tidak disertai dengan kata lain yang dapat membentuk makna yang berbeda seperti contoh kata wanita yang makna denotasinya adalah seorang perempuan dan bukan laki-laki. Namun bila kata wanita disertai dengan kata malam (wanita malam) maka akan menghasilkan makna lain yaitu wanita yang dikonotasikan sebagai wanita nakal.
CIRI-CIRI KATA BERMAKNA DENOTASI YAITU :

1)      Makna kata sesuai apa adanya,
2)      Makna kata sesuai hasil observasi,
3)      Makna yang menunjukkan langsung pada acuan atau makna dasarnya.


Referensi :

MAKNA KONOTATIF


Zgusta (1971:38) berpendapat makna konotatif adalah makna semua komponen pada kata ditambah beberapa nilai mendasar yang biasanya berfungsi menandai. Menurut Harimurti (1982:91) “aspek makna sebuah atau sekelompok kata yang didasrkan atas perasaan atau pikiran yang timbul atau ditimbulkan pada pembicara (penulis) dan pendengar (pembaca)”.
Sebuah kata disebut mempunyai makna konotatif apabila kata itu mempunyai “nilai rasa”, baik positif maupun negatif. Jika tidak memiliki nilai rasa maka dikatakan tidak memiliki konotasi, tetapi dapat juga disebut berkonotasi netral. Positif dan negatifnya nilai rasa sebuah kata seringkali juga terjadi sebagai akibat digunakannya referen kata itu sebagai sebuah perlambang. Jika digunakan sebagai lambang sesuatu yang positif maka akan bernilai rasa yang positif; dan jika digunakan sebagai lambang sesuatu yang negatif maka akan bernilai rasa negatif. Misalnya, burung garuda karena dijadikan lambang negara republik Indonesia maka menjadi bernilai rasa positif sedangkan makna konotasi yang bernilai rasa negatif seperti buaya yang dijadikan lambang kejahatan. Padahal binatang buaya itu sendiri tidak tahu menahu kalau dunia manusia Indonesia menjadikan mereka lambang yang tidak baik.
Makna konotasi sebuah kata dapat berbeda dari satu kelompok masyarakat yang satu dengan kelompok masyarakat yang lain, sesuai dengan pandangan hidup dan norma-norma penilaian kelompok masyarakat tersebut. Misalnya kata babi, di daerah-daerah yang penduduknya mayoritas beragama islam, memiliki konotasi negatif karena binatang tersebut menurut hukum islam adalah haram dan najis. Sedangkan di daerah-daerah yang penduduknya mayoritas bukan islam seperti di pulau Bali atau pedalama Irian Jaya, kata babi tidak berkonotasi negatif.
Makna konotatif dapat juga berubah dari waktu ke waktu. Misalnya kata ceramah dulu kata ini berkonotasi negatif karena berarti “cerewet” tetapi sekarang konotasinya positif. Sebaliknya kata perempuan dulu sebelum zaman Jepang berkonotasi netral, tetapi kini berkonotasi negatif.
Makna Konotasi merupakan makna yang bukan sebenarnya dan merujuk pada hal yang lain. Terkadang banyak eksperts linguistik di Indonesia mengatakan bahwa makna konotasi adalah makna kiasan, padahal makna kiasan itu adalah tipe makna figuratif, bukan makna konotasi. Untuk itu, saya menyarankan anda membaca artikel saya yang berbahasa Inggris supaya lebih memahami mengenai makna konotasi dan denotasi di sini.
Makna Konotasi tidak diketahui oleh semua orang atau dalam artian hanya digunakan oleh suatu komunitas tertentu. Misalnya Frase jam tangan. (dikondisikan) Pak Slesh adalah seorang pegawai kantoran yang sangat tekun dan berdedikasi. Ia selalu disiplin dalam mengerjakan sesuatu. Pada saat rapat kerja, salah satu kolega yang hadir melihat kinerja beliau dan kemudian berkata kepada sesama kolega yang lain "Jam tangan pak Slesh bagus yah". Dalam ilustrasi diatas, frase jam tangan memiliki makna konotasi yang berarti sebenarnya disiplin. Namun makna ini hanya diketahui oleh orang-orang yang bekerja di kantoran atau semacamnya yang berpacu dengan waktu. Dalam contoh diatas, Jam Tangan memiliki Makna Konotasi Positif karena sifatnya memuji.

     Makna konotasi dibagi menjadi 2 yaitu :
1.Konotasi positif  merupakan kata yang memiliki makna yang dirasakan baik dan lebih sopan.
2.Konotasi negatif merupakan kata yang bermakna kasar atau tidak sopan.

CONTOH KARANGAN ILMIAH


KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat dan karuniaNyalah, karyailmiah ini dapat terselesaikan dengan baik, tepat pada waktunyaAdapun tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Antropologi Budaya, pada semester IV, di tahun ajaran 2008, dengan judul Etos, Fokus dan UnsurKebudayaan Suku Jambi di
 Indonesia. Dengan membuat tugas ini kami diharapkan mampu untuk lebih mengenal tentang etos dan kebudayaan yang berkembang di Jambi, yang merupakan salah satu provinsi di Indonesia dan seringkali luput dari pengamatan kita sebagai masyarakat Indonesia.

ABSTRAK

Karya ilmiah yang berjudul Etos, Fokus dan Unsur Kebudayaan Suku Jambi di Indonesia ini membahas keseluruhan tentang kebudayaan Jambi, yang terkadang sering luput dari pandangan kita sebagai Warga Negara Indonesia. Bagaimana perkembangannya dari tahun ke tahun apakah mengalami perbedaan secara adat karena perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ataukah tetap berjalan seperti dahulu (mulai terbentuknya). Contoh Karya Tulis Ilmiah

Tujuan pemulisan karya ilmiah ini adalah untuk memberitahukan kepada orang banyak tentang etos, fokus dan kebudayaan dari suku Jambi, agar mereka semua dapat mengetahui keberagaman kebudayaan dari setiap suku-suku di Indonesia secara luas dan menyeluruh, termasuk salah satunya adalah suku Jambi.

Metode yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah dengan melakukan Studi Pustaka. Kami mencari bahan-bahan tentang kebudayaan Jambi lewat Internet, juga melalui buku-buku ensiklopedia tentang kebudayaan dan keanekaragaman suku di Indonesia. Tidak hanya itu, untuk memperkuat penelitian ini, kami juga melakukan pengamatan secara langsung dengan salah satu keluarga Jambi di Jakarta selama dua hari. Dengan ikut tinggal bersama-sama mereka dan mengamati tingkah laku mereka. Kami juga melakukan wawancara, baik secara langsung kepada warga jambi yang tinggal di Jakarta maupun secara tidak lagsung seperti wawancara melalui telepon, email, dan chatting lewat internet kepada warga Asli Jambi yang tinggal di Jambi.

Berdasarkan hasil penelitian, kami mengetahui bahwa kebudayaan suku Jambi di Indonesia sendiri ternyata masih berbau adat leluhur yang kental dengan nilai dan norma-norma istiadat seadri dulu. Ini terus berlangsung sampai sekarang. Tetapi kerap dengan perubahan dan kemajuan teknologi, Jambi juga ikut diramaikan dengan warga pendatang, khususnya dari cina, Sehingga unsur-unsur kebudayaan Jambi terkadang berbaur dengan adat kebudayaan Cina.
BAB 1
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah salah satu negara kepulauan yang memiliki banyak wilayah yang terbentang di sekitarnya. Ini menyebabkan keanekaragaman suku, adat istiadat dan kebudayaan dari setiap suku di setiap wilayahnya. Hal ini sungguh sangat menakjubakan karena biarpun Indonesia memiliki banyak wilayah, yang berbeda suku bangsanya, tetapi kita semua dapat hidup rukun satu sama lainnya.

Namun, sungguh sangat disayangkan apabila para generasi penerus bangsa tidak mengtehaui tentang kebudayaan dari setiap suku yang ada. Kebanyakan dari mereka hanya mengetahui dan cukup mengerti tentang kebudayaan dari salah satu suku yang ada di Indonesia, itu juga karena pembahasan yang sering dibahas selalu mengambil contoh dari suku yang itu-itu saja.

Jambi adalah salah satu suku di Indonesia yang terletak di kepulauan Sumatra. Banyak yang tidak mengetahui bahwa Jambi juga mempunyai banyak hal-hal menarik yang dapat dijadikan ”berita utama”, tetapi amat disayangkan bahwa yang sering sekali di ekplorasi adalah wilayah-wilayah tetangganya; seperti Sumatra Barat (Padang) dan Sumatra Utara (Batak). Untuk itu, kami disini ingin menyajikan liputan yang tidak kalah menarik, yang berasal dari suku Jambi.
B. Identifikasi Masalah

Melihat semua hal yang melatarbelakangi Kebudayaan Jambi maka, kami menarik beberapa masalah dengan berdasarkan kepada :
1.      Kurangya perhatian dari masyarakat kebanyakan pada kebudayaan Jambi. Sehingga kurangya pengetahuan masyarakat tentang Suku Jambi.
2.      Tidak meratanya bahan pembelajaran tentang suku Jambi yang dijadikan contoh oleh para pengajar.

C. Pembatasan Masalah
Karena cangkupan kebudayaan yang begitu luas dan meliputi berbagai aspek kehidupan, maka kami hanya membataskan penelitian hanya dari segi Tujuh Unsur Kebudayaan dan Etos Kebudayaan dari Suku Jambi. Serta perkembangnnya sampai dengan sekarag ini.
D. Perumusan Masalah
Atas dasar penentuan latar belakang dan identiikasi masalah diatas, maka kami dapat mengambil perumusan masalah sebagai berikut:
”Bagaimana Etos dan Unsur Kebudayaan Jambi serta Perkembangannya sekarang ini?”
E.Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini adalah sebagai informasi bagi masyarakat Indonesia termasuk didalamnya adalah pengajar dan pelajar agar lebih memahami tentang Etos, Fokus dan Unsur Kebudayaan Suku Jambi di Indonesia.
F. Tujuan Penulisan

Penelitian ini dilakukan untuk dapat memenuhi tujuan-tujuan yang dapat bermanfaat bagi para remaja dalam pemahaman tentang Etos, Fokus dan Unsur Kebudayaan Suku Jambi di Indonesia. Secara terperinci tujuan dari penelitian ini adalah:
1.      Mengetahui sampai sejauh mana pengetahuan masyarakat tentang kebudayaan Jambi
2.      Mengetahui sampai sejauh mana perkembangan kebudayaan Jambi.

G. Metode Penulisan
Untuk mendapatkan data dan informasi yang di perlukan, penulis mempergunakan metode observasi atau teknik pengamatan langsung, teknik wawancara, dan teknik studi kepustakaan atau studi pustaka. Tidak hanya itu, kami juga mencari bahan dan sumber-sumber dari media masa elektronik yang berjangkauan internasional yaitu, Internet.

H. Hipotesis
Penelitian ini dilakukan berangkat dari keyakinan penulis setelah cukup melakukan pengenalan secara meluas terhadap masalah yang diangkat. Adapun keyakinan atau hipotesis tersebut adalah “Kurangya pemahaman masyarakat terhadan suku-suku di Indonesia yang sering luput dari perhatian mereka” Hal ini, menjadi salah satu faktor yang paling dominan untuk dapat dikatakan sebagai “penyebab”.

I. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Jakarta dalam jangka waktu satu bulan. Dimulai dari pengumpulan data, kegiatan lapangan hingga penulisan hasil akhir penelitian.
J. Sistematika Penulisan

Pada karya ilmiah ini, akan dijelaskan hasil penelitian dimulai dengan bab pendahuluan. Bab ini meliputi latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, kegunaan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, hipotesis, waktu dan lokasi penelitian, sampai terahir kepada sistematika penelitian. Dilanjutkan dengan bab ke dua yang berisi tentang kerangka teoritis yang terdiri dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh beberapa tokoh ahli.

Bab berikutnya, kami membahas secara keseluruhan tentang masalah yang diangkat, yaitu tentang Etos, Fokus dan Kebudayan Suku jambi di Indonesia. Termasuk didalamnya biodata dari para narasumber kami.
Bab keempat merupakan bab penutup dalam karya ilmiah ini. Pada bagian ini, penulis menyimpulkan uraian yang sebelumnya sudah disampaikan, dan memberi saran mengenai apa yang baiknya kita lakukan agar tetap memahami kebudayaan dari setiap suku bangsa di indonseia.


BAB II
KERANGKA TEORITIS


A. Definisi Kebudayaan

1. Definisi Etimologis
Kata kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi dan akal). Sedangkan, dalam bahasa Inggris, kebudayaan berarti culture yang berasal dari bahasa Latin colere yang artinya mengolah atau mengerjakan tanah atau bertani.
2. Definisi Konseptual
Edward B. Taylor
Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terdapat pengetahuan, kepercayaanm kesenian, moral, hokum, adapt istiadat, dan kemampuan lainnya yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.

Selo Soemardjan dan Soelarman Soemadi
Kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa, dan cipta manusia.

Ralph Linton
Kebudayaaan adalah keseluruhan pengetahuan, sikap, dan pola perilaku yang merupakan kebiasaan yang dimiliki dan diwariskan oleh anggota suatu masyarakat tertentu.

Koentjaraningrat
Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tingkah laku, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan cara belajar.
3. Definisi Operasional
Kebudayaan adalah sekumpulan adat, tradisi, nilai, norma, dan tata cara hidup yang dijalankan oleh suatu kelompok masyarakat dan diwariskan dari generasi ke generasi. Misalnya adapt dari orang tua ke anak-anaknya; setiap hari sabtu minggu adalah hari untuk keluarga berkumpul. Tiddak ada kegiatan yang tidak dilakukan bersama-sama. Pergi, makan, dan lain-lain dilakuan bersama-sama.
B. Definisi Masyarakat

1. Definisi Etimologis

Masyarakat sebagai terjemahan dari istilah society (dalam bahasa Inggris) yang berasal dari bahasa Latin, yaitu societas yang berarti hubungan persahabatan dengan yang lain. Societas diturunkan dari kata socius yang berarti teman, sehingga arti society berhubungan erat dengan kata sosial. Secara implisit, kata society mengandung makna bahwa setiap anggotanya memiliki perhatian dan kepentingan yang sama dalam mencapai tujuan.
2. Definisi Konseptual
Emile Durkheim
Masyarakat adalah suatu kenyataan obyektif individu-individu yang merupakan anggota-anggotanya.

Max Weber
Masyarakat adalah suatu struktur atau aksi yang pada pokoknya ditentukan oleh harapan dan nilai-nilai dominan dalam warganya.

Karl Marx
Masyarakat adalah suatu struktur yang menderita ketegangan organisasi ataupun perkembangan adanya pertentangan antara kelompok-kelompok yang terpecah secara ekonomis.

Conrad Kottack
Masyarakat adalah hidup yang terorganisir di dalam kelompok.

Carol and Melvin Ember
Masyarakat adalah sekumpulan orang yang menempati wilayah tertentu, bicara dalam bahasa yang sama yang tidak secara umum dimengerti oleh orang-orang di sekitarnya.

3. Definisi Operasional
Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang hidup dalam suatu lingkungan yang sama dengan cukup lama, mandiri, memiliki kebudayaan yang sama dan turut serta memiliki kegiatan dalam lingkungan tersebut
C. Definisi Sosiologi

1. Definisi Etimologis

Menurut Auguste Comte, istilah sosiologi berasal dari kata socius dan logos. Socius merupakan bahasa Latin yang berarti kawan atau teman. Sedangkan, logos merupakan bahasa Yunani yang berarti kata atau berbicara. Jadi, sosiologi memiliki arti berbicara mengenai masyarakat.
2. Definisi Konseptual
William Kornblum
Sosiologi adalah suatu upaya ilmiah untuk mempelajari masyarakat dan perilaku sosial anggotanya dan menjadikan masyarakat yang bersangkutan dalam berbagai kelompok dan kondisi.

Paul B. Horton
Sosiologi adalah ilmu yang memusatkan penelaah pada kehidupan kelompok dan produk kehidupan kelompok tersebut.

Selo Soemardjan dan Soelarman Soemadi
Sosiologi adalah ilmu kenasyarakatan yang mempelajari struktur social, proses social termasuk perubahan social.

Pitirim Sorokin
Sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari:
1.      Hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala sosial, misalnya gejala ekonomi, agama, keluarga, dan moral.
2.      Hubungan dan pengaruh timbale balik antara gejala sosial dan gejala non-sosial, misalnya gejala geografis dan biologis.
3.      Ciri-ciri umum semua jenis gelaja sosial yang lainnya

3. Definisi Operasional
Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang hidup dalam suatu lingkungan yang sama dengan cukup lama, mandiri, memiliki kebudayaan yang sama dan turut serta memiliki kegiatan dalam lingkungan tersebut

BAB III
PEMBAHASAN


A. Unsur Kebudayaan

1. Sistem Agama

Sebagian besar masyarakat Jambi memeluk agama Islam, yang kemudian disusul dengan agama Budha dan Kristen protestan. Mungkin ini juga karena dipengaruhi oleh warga pendatang yang datang ke Jambi yang kebanyakan berasal dari keturunan Cina atau TiongHua. Dalam tabel dibawah ini, dapat kita lihat persentase agama yang dianut masyarakat Jambi.


2. Sistem Bahasa

Bahasa Jambi adalah salah satu anak cabang bahasa Austronesia yang digunakan khususnya di wilayah Jambi bagian selatan, Provinsi Riau.

Ada dua kontroversi mengenai bahasa Jambi dengan Melayu. Sebagian pakar bahasa menganggap ini sebagai dialek melayu karena banyaknya kesamaan kosakata dan bentuk tuturan didalamnya. Sedangkan yang lain justru beranggapan, bahasa ini merupakan bahasa mandiri yang berbeda dengan Melayu.

Orang Jambi senang menggunakan kata-kata arif serta pepatah-pepatah. Kata-kata kiasan umumnya berpedoman pada alam sekitarnya. Ketinggian martabat seseorang juga dapat ditandai dengan kemahirannya menggunakan kata-kata arif dan kiasan. Mereka tidak mengenal adanya perbedaan bahasa yang menunjukkan stratifikasi sosial dalam masyarakat.

Bila didengarkan dengan seksama, maka bahasa Jambi terdengar hampir serupa dengan bahasa Padang, yang selalu diakhiri dengan kata ”o”. Hal ini mungkin dikarenakan suku Jambi dan suku Padang terletak dalam satu pulau yang sama yaitu, Kepulauan Sumatra.

3. Sistem Kekerabatan Bilateral
4. Sistem Mata Pencaharian

Mata pencaharian masyarakat Jambi adalah bertani, berladang dan melaut Di Jambi sendiri kebanyakan daerahnya adalah berupa hutan. Sehingga mata pencaharian mereka didominasi oleh para petani biasanya pula mereka yang bertani berasal dari pedesaan. Dalam hal bertani, sama seperti kota-kota lainnya yang terletak di daratan rendah, adalah bertanam padi pada lahan kosong.

Sedangkan dalam hal melaut, mencari ikan di sungai merupakan mata pencaharian tambahan, begitu juga mencari dalam hal mencari hasil hutan. Usaha-usaha tambahan ini biasanya dilakukan sambil menunggu panen atau menunggu musim tanam berikutnya.

Karena di Jambi sendiri juga dihuni oleh masyarakat keturunan TiongHua, maka di zaman sekarang ini banyak pula warga masyarakat kaeturunan Cina di Jambi yang mencari pendapatan melalui proses berdagang. Ada yang berdagang mas, berdagang sembako dan adapula yang berdagang bahan-bahan material.

5. Sistem Pengetahuan
Jambi memiliki adat istiadat yang berdasarkan hukum islam sehingga secara garis besar segala pengetahuan dasar budaya Jambi bersumber pada ajaran Al-Quran. Sistem pengetahuan mereka juga dipengaruhi oleh kepercayaan tradisional. Pengetahuan dasar ini mereka terapkan pada segala aspek kehidupan, termasuk kehidupan pertanian dan pengobatan.

Pengetahuan tentang pertanian mereka terapkan terhadap alam, terutama yang berkaitan dengan musim.

Masyarakat Jambi terutama merka yang tinggal di pedalaman juga memakai obat-obat tradisional dalam proses penyembuhan orang sakit. Mereka menggunakan beberapa jenis tumbuhan alam dan minyak alami untuk dijadikan ramuan obat, misalnya ramuan obat untuk menyembuhkan penyakit demam yang berupa daun sitawar, sedingin, kumapai. Cekun, kunyit polai, dan jerangau. Di samping itu, juga digunakan berbagai jenis jeruk, akar kayu, bunga-bungaan, kepala muda, pinang, dll. Untuk bahan penangkal atau jimat kadang mereka menggunakan sisa-sisa besi dan benang warna. Benda-benda ini baru dapat dijadikan obat dan berkhasiat setelah dimantrai dukun. Hal ini dilakukan karena pengaruh dari kepercayaan tradisional. Mereka percaya bahwa penyakit disebabkan oleh roh jahat atau setan yang merasuk dalam tubuh. Cara penyembuhannya adalah dengan mengusir roh tersebut yangbiasa dilakukan oleh dukun. Sambil mengobati orang yang sakit itu, ia melakukan doa ritual. Biasanya ia membakar kemenyan sambil mengucapkan jampi-jampi. Beberapa doa penyembuhan lainnya digunakan bahasa Arab dan kadang-kadang ayat Al-Quran.

Bahkan, peristiwa melahirkan pun dapat ditangani dengan pengetahuan tradisional yang mereka miliki. Perempuan yang siap untuk melahirkan anak diberi minuman tradisional untuk memudahkan proses melahirkan. Sebetulnya, perempuan yang akan melahirkan ditolong oleh 2 orang. Seorang yang mendorong anak dari kandungan dan seorang yang menerima anak pada saat keluar dari kandungan. Walaupun demikian, aturan medis modern menolak melahirkan anak seperti yang digambarkan diatas, tetapi kelihatannya orang Jambi yang tinggal di pedalaman sudah cukup lama menggunakan metode ini, tidak membahayakan kesehatan si perempuan atau si anak.


Jenis Tumbuhan Yang Bermanfaat Bagi Orang Rimba
1.      Tubo ubi √ Umbi
2.      Duku √ Buah
3.      Durian √ Buah
4.      Manggis √ Buah
5.      Aren √ Buah
6.      Petai √ Buah
7.      Bayih √ Batang
8.      Manau √ Batang
9.      Rotan sabut √ Batang
10.    Rotan tebu-tebu √ Batang
11.    Rotan gelang √ Batang
12.    Rotan balam √ Batang
13.    Bedaro putuh √ Akar
14.    Selasih √ Akar
15.    Sirih hutan √ daun
16.    Ketepeng √ Daun
17.    K. Sakit pinggang √ Kulit
18.    Pisang-pisang √ Batang
19.    Keduduk √ Buah
20.    Kayu pengasih √ Batang

2. Jenis (Species) Tumbuhan Obat-Obatan Yang Dimanfaatkan Orang Rimbo Sungai Keruh Dan Sungai Serdang

1.      Bedaro Putih Euracum Equesitifilia - Jarang
2.      Kayu Bengkak Belum Terindentifikasi - Jarang
3.      Kayu Obat Kepala Belum Terindentifikasi - Jarang
(Sumber: Hasil Penelitian Kerinci Seblat Integrated Conservation and Development Project
Kerjasama Pusat Penelitian IAIN Sulthan Thaha Syaufuddin Jambi Tahun 1999)



6. Sistem Teknologi (Peralatan dan perlengkapan hidup)

A. Busana Tradisional Melayu Jambi

Suku Melayu Jambi adalah sebutan bagi orang-orang Melayu yang mendiami daerah sepanjang sungai Batang Hari, propinsi Jambi.
 

Dalam berbusana kaum wanita sehari-hari pada awalnya hanya dikenal dengan kain dan baju tanpa lengan.
 
Sedangkan kaum prianya mengenakan celana setengah ruas yang melebar pada bagian betisnya dan umumnya berwarna hitam, sehingga lebih leluasa geraknya dalam melakukan kegiatan seharihari. Pakaian untuk pria ini dilengkapi dengan kopiah sebagai penutup kepala.
 

Pada perkembangan berikutnya dikenal adanya pakaian adat. Pakaian adat ini lebih mewah daripada pakaian sehari-hari yang dihiasi dengan sulaman benang emas dan pemakaian perhiasan sebagai pelengkapnya.
 



B. Pakaian Adat Pria
 

Laki-laki suku Melayu Jambi dalam berpakaian adat mengenakan lacak di kepalanya.Lacak ini terbuat dari: kain beludru warna merah yang diberi kertas tebal di dalammnya agar menjadikannya keras. Tutup kepala ini memiliki dua bagian yang menjulang tinggi, dengan julangan yang lebih tinggi pada bagian depannya.

Sebagai hiasan terdapat lukisan flora dari daun, tangkai clan bunga yang akan mekar. Bagian pinggir sebelah kanan diberi lukisan tali runci, yang diimbangi oleh penempatan bungo runci di sebelah kiri. Bungo runci ini berwarna putih dirangkai dengan benang, dapat berupa bunga asli atau tiruannya. Bajunya disebut baju kurung tanggung berlengan panjang. Disebut tanggung karena panjangnya hanya sedikit di bawah siku tidak sampai ke pergelangan tangan.

Hal ini mengandung makna seseorang harus tangkas clan cekatan dalam mengerjakan sesuatu pekerjaan. Bahannya terbuat dari beludru warna merah diberi sulaman benang emas. Bagian tengahnya terdapat motif kembang bertabur atau kembang tagapo dan kembang melati, sedang bagian pinggirnya bermotifkan kembang berangkai atau pucuk rebung. Penutup bagian bawah disebut cangge (celana).

Bahannya masih dari beludru yang dilengkapi dengan tali sebagai ikat pinggang. Sudah menjadi kebiasaan di daerah Jambi mengenakan kain sarung songket yang dililitkan di pinggul. Tutup dadanya disebut teratai dada, karena bentuknya seperti bunga teratai dipasang melingkar leher sehingga menyerupai kerah. Kedua tangan dihiasi gelang kilat bahu terbuat dari logam celupan berlukiskan naga kuning.

Lukisan naga ini mengandung makna bila seseorang telah diberi kekuasaan janganlah diganggu. Dikenakan pula selempang yang menyilang badan terbuat dari songket warna merah keungu-unguan sebagai pasangan kain sarung dengan motif bunga berangkai clan beranting. Bagian pinggangnya dihiasi dengan selendang tipis warna merah jambu yang pada ujung ujungnya diberi umbai-umbai warna kuning.

Untuk memperkuat bagian pinggang ini digunakan pending berupa rantai dengan sabuk sebagai kepala terbuat dari logam. Kelengkapan lainnya adalah keris clan selop. Biasanya diselipkan di perut menyerong ke kanan melambangkan kebesaran sekaligus untuk berjaga-jaga. Sedangkan selop atau alas kaki yang berbentuk setengah sepatu berfungsi untuk melindungi kaki saat berjaalan.
 


C. Pakaian Adat Wanita
 

Busana untuk perempuan terdiri dari kain sarung songket clan selendang songket warna merah. Bajunya disebut baju kurung tanggung bersulam benang emas dengan motif hiasan bunga melati, kembang tagapo, dan pucuk rebung.

Tutup kepalanya disebut pesangkon yang terbuat dari kain beludru merah dengan bagian dalam diberi kertas karton agar keras.
 

Ada juga yang menyebut duri pandan karena pada bagian depan tutup kepala ini diberi hiasan dari logam berwarna kuning berbentuk duri pandan. Untuk lebih memperindah diberi sulaman emas dengan motif bunga melati pecah.
 

Kelengkapan busana perempuan lebih banyak dibandingkan dengan yang dikenakan oleh pria. Pada perempuan dikenakan anting-anting atau antan dengan motif kupu-kupu atau gelang banjar. Kalungnya terdiri dari tiga jenis, yaitu kalung tapak, kalung jayo atau kalung bertingkat dan kalung rantai sembilan. Pada jari-jarinya terpasang cincin pacat kenyang dan cincin kijang atau capung.
 

Jumlah gelang yang dipakai pun lebih banyak meliputi gelang kilat bahu masing-masing lengan dua buah. Masih ditambah dengan gelang kano, gelang ceper dan gelang buku beban. Kesemuanya di pasang di lengan. Khusus untuk gelang buku beban bahannya berasal dari permata putih. Sementara untuk kaki dikenakan gelang nago betapo dan gelang ular melingkar. Disebut demikian karena bentuknya yang menyerupai naga dalam dongeng sedang tidur clan ular yang melingkar membentuk bulatan.
 

Sedangkan unsur-unsur kelengkapan yang lain seperti teratai dada (tutup dada), pending dan sabuk (ikat pinggang), selendang, dan selop hampir sama dengan yang dikenakan pria. Bedanya bentuk motif yang lebih besar pada teratai dada dan pending.
 

Contoh Karya Tulis Ilmiah
D. Pakaian Baselang

Acara pada adat suku jambi dibedakan menjadi dua, kecil dan besar. Pembedaan ini mempengaruhi pada variasi pakaian yang dikenakan, khususnya yang dikenakan para gadis. Jika acaranya kecil maka pakaian yang dikenakan berfungsi ganda sebagai pakaian upacara maupun bekerja.
 

Kelengkapannya dengan sarung warna merah yang dipakai sedikit di bawah lutut (tanggung) dan baju kurung berlengan tanggung yang letaknya di luar kain, -selendang warna merah dililitkan di kepala serta membawa perlengkapan lain seperti ani-ani clan kiding (tempat padi).
 

Pada acara besar pakaian dibedakan untuk upacara dan bekerja. Dalam rangkaian upacara tersebut terdapat hiburan sehingga pakaian yang dikenakan pun lebih bagus.
 

Selendang songket yang dikenakan sebagai penutup kepala diberi sulaman benang emas dan umbai-umbai di ujungnya.


7. Sistem Kesenian

Provinsi Jambi sangat kaya akan kerajinan daerah, salah satu bentuk kerajinan daerahnya adalah anyaman yang berkembang dalam bentuk aneka ragam. Kerajinan anyaman di buat dari daun pandan, daun rasau, rumput laut, batang rumput resam, rotan, daun kelapa, daun nipah, dan daun rumbia. Hasil anyaman ini bermacam–macam, mulai dari bakul, sumpit, ambung, katang–katang, tikar, kajang, atap, ketupat, tudung saji, tudung kepala dan alat penangkap ikan yang disebut Sempirai, Pangilo, lukah dan sebagainya. Kerajinan lainnya adalah hasil tenun yang sangat terkenal, yaitu tenunan dan batik motif flora.

Salah satu kesenian yang cukup populer adalah seni Randai. Seni Randai merupakan perpaduan antara Kaba, lagu, tari, dan sandiwara. Selain Randai, seni yang cukup terkemuka adalah Rarak Godang, Kayat, Zikir, dan Kaba. Sedangkan alat musik yang digunakan adalah calempong, ogung gong, dan gendang. Seni sastra yang berkembang antara lain pantun, pepatah, dan Kayat.

Untuk memperkuat dan memelihara adat istiadat yang ada pada masyarakat Jambi, ada berbagai kegiatan kesenian dan sosial budaya kerap di lakukan, antara lain:

·          Tradisi Berdah (dilaksanakan saat terjadi bencana dengan tujuan menolak bencana)
·          Kenduri Seko (bertujuan untuk membersihkan pusaka dalam bentuk keris, tombak, Al Kitab dalam bentuk Ranji–ranji Kuno)
·          Mandi Safar (dilaksanakan pada hari Rabu di akhir bulan Safar bertujuan untuk menolak bala)
·          Mandi Belimau Gedang (dilaksanakan menjelang Ramadhan dengan tujuan menyucikan dan mengharumkan diri)
·          Ziarah Kubur (dilaksanakan menjelang Ramadhan dengan tujuan mendoakan arwah leluhur)

Ada berbagai macam jenis tari-tarian, antara lain:

1.      Tari Sumbe (Tarian persembahan untuk para dewa)
2.      Tari Rangguk (Tarian anak pesta rakyat)
3.      Tari Musik Mumkin (Tari untuk permainan musik orang buta)
4.      Tari Lesung Gilo (Tari untuk permainan lesung diiringi mantra-mantra)
5.      Tari Bakisa (Tarian menumbuk padi)
6.      Tari Asik (Tarian untuk mengusir bala penyakit)
7.      Tari JapinTari HadrahTari RanggukTari Aek Sakotak.

Contoh:
 

Peralatan Tari Rangguk ( tarian tradisional dari Jambi )


1. Rebana

Berbagai ukuran. Jumlahnya bergantung jumlah pemain (biasanya 5—10 orang). Dalam suatu pertunjukkan mereka duduk melingkar, menabuh rebana, berpantun dan mengangguk-anggukan kepala.
 


2. Rangguk

Pada mulanya rangguk hanya dilakukan oleh kaum laki-laki. Biasanya di sore hari dan bertempat di beranda rumah (setelah seharian bekerja di sawah atau kebun). Tujuannya adalah sebagai pelepas lelah dan sekaligus hiburan. Kaum perempuan tidak diperkenankan untuk melakukan tarian ini (tabu). Selaras dengan perkembangan zaman, fungsi rangguk juga mengalami perubahan. Jika pada mulanya hanya sekedar sebagai hiburan, maka kini menjadi sebuah tarian khusus untuk upacara penyambutan tamu. Para pemainnya pun juga tidak lagi duduk secara melingkar, tetapi berdiri (berbaris) sambil mengangguk-anggukkan kepala kepada setiap tamu yang datang, melantunkan berbagai macam pantun selamat datang, dan mengiring tamu sampai ke tempat yang telah ditentukan (depan pintu balai desa).
 

Kesenian dari jambi sendiri yangpaling dikenal oleh masyarakat luas adalah Batik Jambi yang paling terkenal di daerah Sumatra. Tapi juga sering di ekspor keluar negeri bahkan cukup terkenal pula di Indonesia.
 


B.Etos Kebudayaan

Etos kebudayaan adalah suatu kebudayaan yang seringkali memancarkan suatu watak yang khas tertentu yang tampak dari luar, seperti yang tampak oleh orang dari kebudayaan lain. Watak khas tersebut seruingkali terlihat dari gaya tingkah laku, kegemaran, dan berbagai benda budaya hasil karya masyarakat tersebut. Di Jambi sendiri etos kebudayaanya hampir serupa dengan suku-suku lain yang tinggal di Pulau Sumatra, bisa kita lihat dari etos kebudayaan suku Batak, yaitu cenderung keras, berbahasa kasar (kencang), dan berparas sangar. Tapi terkadang ada juga yang mirip dengan etos dari suku padang yaitu, raut wajahnya angkuh, dan tidak ramah, dan suka perhitungan (pelit).

C.Fokus Kebudayaan

Fokus kebudayaan adalah suatu unsur kebudayaan atau beberapa pranata tertentu yang merupakan unsur pokok dalam kebudayaan mereka sehingga unsur itu disukai oleh sebagian besar warga masyarakatnya dan dengan demikian mendominasi banyak aktivitas dalam kehidupan masyarakat tersebut. Fokus kebudayaan jambi adalah dapat dilihat dari segi sistem mata pencahariannya yaitu kebanyakan, bahkan hampir semua masyarakatnya hidup sebagai petani.


DAFTAR PUSTAKA


Arikunto, Suharsimi. 2000. Manajemen Penelitian. Jakarat: Rineka Cipta.
Chodwich, bruce A., dkk. 1991. Terjemahan Dr. sulistia M.L., dkk. Metode Penelitian Ilmu Pengetahuan. IKIP Semarang Press.
Rahmat, Jalahudin. 1984. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Remaja Karya
Singarimbun, Masri. 1989. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3S
Patmono, S.K. 1996. Teknik Jurnalistik Tuntunan Praktis untuk Menjadi Wartawan. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.



referensi :

http://www.tamanmini.com/anjungan/jambi/daerah
http://www.tekkomdik-sumbar.org/sjh_pdd_sumbar_pendh.html