Dominasi
kapitalisme sangat kental ditemukan dalam pola governance korporasi di awal abad ke 19. Pertumbuhan secara
perlahan dari serikat pekerja selama paruh pertama abad ini mulai mengimbangi
dominasi perusahaan yang sebelumnya mampu menekan tingkat upah dalam upaya
memenangkan persaingan bisnis.Mulai paruh abad ke-19 kekuatan serikat pekerja
semakin besar danbertumbuh sedemikian rupa. Fenomena ini menambah kompleksitas Governance pada masa itu dan hal ini
ditandai dengan munculnya hubungan(axis)
antara para pemegang saham dengan Board of
Director sebagai suatu bentuk respons atas meningkatnya kekuatan
serikat pekerja. Pada era tahun 1970-an,
kekuatan yang mempengaruhi governance
dalam organisasi khususnya korporasi,
menjadi semakin kuat. Sebagian besarwaktu
manajer pada masa ini dihabiskan untuk melakukan negosiasi dengan serikat
pekerja. Pada periode ini pula perkembangan governance pada unit bisnis ditandai dengan berkembangnya era consumerism. Hal ini diindikasikan dengan semakin meningkatnya persaingan antar sesama
korporasi melalui peningkatan kekuatan konsumen sebagai salah satu stakeholders dari sebuah korporasi. Perkembangan ini membawa pengaruh signifikan
terhadap iklim pengelolaan korporasi yang ditandai dengan munculnya berbagai
tantangan baru bagiperkembangan corporate
governance.
1.
Governance System
Governance System atau sistem pemerintahan
istilah adalah kombinasi dari dua kata, yaitu: 'sistem' dan 'pemerintah'.
Sistem berarti keseluruhan yang terdiri dari beberapa bagian yang memiliki
hubungan fungsional antara bagian dan keseluruhan, sehingga hubungan ini
menciptakan ketergantungan antara bagian-bagian yang menghasilkan. Jika salah
satu bagian tidak bekerja dengan benar akan mempengaruhi seluruh. Dan
pemerintahan dalam arti luas memiliki pemahaman bahwa semua hal yang dilakukan
dalam menjalankan negara kesejahteraan dan kepentingan negara itu sendiri. Dari
pengertian itu, secara harfiah berarti sistem pemerintahan sebagai bentuk
hubungan antara lembaga negara dalam melaksanakan kekuasaan negara untuk
kepentingan negara sendiri dan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyatnya.
Sistem pemerintahan mempunyai sistem dan
tujuan untuk menjaga suatu kestabilan negara itu. Namun di beberapa negara
sering terjadi tindakan separatisme karena sistem pemerintahan yang dianggap
memberatkan rakyat ataupun merugikan rakyat. Sistem pemerintahan mempunyai
fondasi yang kuat dimana tidak bisa diubah dan menjadi statis. Jika suatu
pemerintahan mempunya sistem pemerintahan yang statis, absolut maka hal itu
akan berlangsung selama-lamanya hingga adanya desakan kaum minoritas untuk
memprotes hal tersebut
Sesuai dengan kondisi negara masing-masing,
sistem ini dibedakan menjadi:
·
Presidensial, merupakan sistem pemerintahan negara republik di mana
kekuasan eksekutif dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan kekuasan
legislatif.
· Parlementer, merupakan sebuah
sistem pemerintahan di mana parlemen memiliki peranan penting dalam
pemerintahan. Berbeda dengan sistem presidensiil, di mana sistem parlemen dapat
memiliki seorang presiden dan seorang perdana menteri, yang berwenang terhadap
jalannya pemerintahan.
· Komunis
·
Demokrasi liberal atau demokrasi konstitusional, merupakan sistem
politik yang melindungi secara konstitusional hak-hak individu dari kekuasaan
pemerintah
· Liberal, merupakan sebuah ideologi,
pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa
kebebasan dan persamaan hak adalah nilai politik yang utama.
Secara teori, berdasarkan UUD 1945, Indonesia
menganut sistem pemerintahan presidensiil. Namun dalam prakteknya banyak
bagian-bagian dari sistem pemerintahan parlementer yang masuk ke dalam sistem
pemerintahan di Indonesia. Sehingga secara singkat bisa dikatakan bahwa sistem
pemerintahan yang berjalan di Indonesia adalah sistem pemerintahan yang
merupakan gabungan atau perpaduan antara sistem pemerintahan presidensiil
dengan sistem pemerintahan parlementer.
2. Budaya Etika
Setiap negara memilki
budaya yang berbeda-beda dan dalam setiap budaya biasanya memiliki keunikan
tersendiri. Budaya tidak hanya soal seni, tapi budaya juga diterapkan dalam
etika. Budaya etika yang baik akan menghasilkan hal yang baik pula. Tidak hanya
dalam kehidupan bermasyarakat namun, budaya etika juga harus diterapkan dalam
berbagai bidang misalnya bisnis. Budaya etika tetap harus mengacu pada
norma-norma yang ada sebagai suatu subyek, etika
akan berkaitan dengan konsep yang dimilki oleh individu ataupun kelompok untuk
menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar,
buruk atau baik.
Budaya
sesungguhnya tumbuh karena diciptakan dan dikembangkan oleh individu-individu
yang bekerja dalam suatu organisasi dan diterima sebagai nilai-nilai yang harus
dipertahankan dan diturunkan kepada setiap anggota baru. Nilai-nilai tersebut
digunakan sebagai pedoman bagi setiap anggota selama mereka berada dalam
lingkungan organisasi tersebut dan dapat dianggap sebagai ciri khas yang
membedakan sebuah organisasi dengan yang lainnya. Harus disadari bahwa kita
masih hidup dalam sebuah kultur yang di dalam ada etika, ada norma, sopan
santun, dan tata krama, maka secara umum bahwa semua nilai-nilai itu adalah
sesuatu yang luhur dalam mengatur hidup kita. Manfaat dari berbudaya
etika dalam berbisnis:
a.
mampu memecahkan masalah intern
b.
mampu memecahkan masalah ekstern
c.
mampu memiliki daya saing
d.
mampu hidup jangka panjang
3. Mengembangkan
Etika Struktur Korporasi
Membangun
entitas korporasi dan menetapkan sasarannya. Pada saat itulah perlu
prinsip-prinsip moral etika ke dalam kegiatan bisnis secara keseluruhan
diterapkan, baik dalam entitas korporasi, menetapkan sasaran bisnis, membangun
jaringan dengan para pihak yang berkepentingan (stakeholders) maupun
dalam proses pengembangan diri para pelaku bisnis sendiri. Penerapan ini
diharapkan etika dapat menjadi “hati nurani” dalam proses bisnis sehingga
diperoleh suatu kegiatan bisnis yang beretika dan mempunyai hati, tidak hanya
sekadar mencari untung belaka, tetapi juga peduli terhadap lingkungan hidup,
masyarakat, dan para pihak yang berkepentingan (stakeholders).
4. Kode Perilaku Korporasi
(Corporate Code of Conduct)
Untuk mencapai
keberhasilan dalam jangka panjang, suatu perusahaan perlu dilandasi oleh integritas yang tinggi. Oleh karena
itu, diperlukan pedoman perilaku (code of conduct) yang dapat menjadi
acuan bagi organ perusahaan dan semua karyawan dalam menerapkan nilai-nilai (values)
dan etika bisnis sehingga menjadi bagian dari budaya perusahaan. Kode
perilaku korporasi (corporate code of conduct) merupakan pedoman yang dimiliki
setiap perusahaan dalam memberikan batasan-batasan bagi setiap karyawannya
untuk menetapkan etika dalam perusahaan tersebut. Kode perilaku korporasi
yang dimiliki suatu perusahaan berbeda dengan perusahaan lainnya, karena setiap
perusahaan memiliki kebijakan yang berbeda dalm menjalankan usahanya. Prinsip dasar yang harus dimiliki oleh perusahaan adalah:
·
Setiap perusahaan harus memiliki nilai-nilai perusahaan (corporate
values) yang
menggambarkan sikap moral perusahaan dalam pelaksanaan usahanya.
·
Untuk dapat merealisasikan sikap moral dalam pelaksanaan usahanya, perusahaan
harus memiliki rumusan etika bisnis yang disepakati oleh organ perusahaan dan
semua karyawan. Pelaksanaan etika bisnis yang berkesinambungan akan membentuk
budaya perusahaan yang merupakan manifestasi dari nilai-nilai perusahaan.
·
Nilai-nilai dan rumusan etika bisnis perusahaan perlu dituangkan dan dijabarkan
lebih lanjut dalam pedoman perilaku agar dapat dipahami dan diterapkan.
5.
Evaluasi terhadap Kode Perilaku Korporasi
Evaluasi terhadap kode perilaku korporasi
dapat dilakukan dengan melakukan evaluasi tahap awal (Diagnostic Assessment)
dan penyusunan pedoman-pedoman. Pedoman Good Corporate Governance disusun
dengan bimbingan dari Tim BPKP dan telah diresmikan pada tanggal 30 Mei 2005.
Evaluasi sebaiknya dilakukan secara rutin sehingga perusahaan selalu berada
dalam pedoman dan melakukan koreksi apabila diketahui terdapat kesalahan.
Sumber :
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar