Jumat, 13 April 2012

Rencana Kenaikan BBM dari Sudut UU Konsumen

Harga sejumlah bahan pokok kini terus merambat naik di berbagai daerah menjelang kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Kenaikannya pun cukup signifikan yakni rata-rata mencapai 30-50 persen di Sembilan bahan pokok.

“Untuk itu pemerintah harus tetap fokus menjaga stabilitas harga bahan pokok di masyarakat dan menjaga daya beli masyarakat. Jika memang tidak ada hubungannya dengan kenaikan BBM, seharusnya kenaikan bahan pokok tidak perlu terjadi di banyak daerah,” kata anggota Komisi IV DPR RI Rofi Munawar, di Jakarta, Senin (26/3).
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan (8/3), kenaikan harga bahan pokok di berbagai daerah tak terkait spekulasi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Namun banyak lapisan masyarakat mengeluhkan bahwa berbagai kebutuhan pangan pokok naik karena BBM akan dinaikan.

Di Pasar Rawa Badak, Jakarta Utara, misalnya, harga beras dan cabai mulai merangkak. Beras Rojo Lele, misalnya kini per kilo dijual seharga Rp 10 ribu. Sejak sebulan lalu, harganya terus merangkak dari Rp 7.500. Begitu pula beras jenis lain, rata-rata juga mengalami kenaikan antara 20 hingga 30 persen. Sementara di Pasar Kreo, Tangerang, harga cabai mengalami kenaikan mencapai lebih dari 50%. Selain itu harga bawang merah dan putih juga turut mengalami kenaikan. Harga bawang putih saat ini mencapai Rp 20.000 per kilogram naik sekitar Rp 4.000 dari dua minggu sebelumnya.

“Pengalaman selalu mengajarkan kepada kita menjelang hari raya maupun rencana kenaikan BBM bahwa hal itu dipastikan akan diikuti, dibarengi, bahkan didahului oleh kenaikan harga sembako. Harga bahan pokok seringkali naik tidak hanya ditentukan oleh alur distribusi dan mekanisme transaksi ekonomi semata, namun juga kondisi psikologi dan sosial,” paparnya.
Menurut dia, selain perlu mengontrol alur distribusi dan tata niaga bahan pokok, pemerintah juga seharusnya mampu memastikan bahwa tingkat kepercayaan masyarakat terjaga dengan baik. Pasalnya, jika dibiarkan terus menerus maka akan banyak sekali spekulan yang memanfaatkan kondisi keresahan konsumen dengan menimbun pangan pokok untuk meraih keuntungan dan di sisi lain menaikan harga kepada konsumen. “Pemerintah tidak boleh menutup mata atas kondisi kenaikan ini, harus bergerak cepat dan antisipatif,“ tegas Rofi.

Sementara Badan Pusat Statistik (BPS) memprediksi inflasi akan mengalami kenaikan sebesar tiga persen dari kondisi saat ini, jika kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) diberlakukan oleh pemerintah. Sedangkan, Gubernur Bank Indonesia (BI) Darmin Nasution mengatakan laju inflasi pada akhir tahun bisa mencapai 6,8 persen, apabila BBM dinaikkan sebesar Rp 1.500 per liter dan kenaikan tarif tenaga listrik (TTL) jadi diberlakukan.

Sementara Koordinator Forum Nasional Serikat Petani Kelapa Sawit, Mansuetus Darto mengungkapkan, rencana pemerintah menaikan harga BBM pada 1 April nanti, dampaknya akan sangat menyengsarakan petani kelapa sawit dan Buruh Perkebunan hingga masyarakat adat.

“Jika ingin melihat implikasi dari kenaikan harga BBM tersebut pada petani yang menghadapi ketimpangan agraria seperti masyarakat dalam perkebunan tentunya dapat menciptakan kemiskinan baru,” katanya dalam keterangan tertulisnya kepada SENTANA, di Jakarta, Senin (26/3).

Ie mengungkapkan, selama beberapa periode kekuasaan pasca reformasi, kenaikan harga BBM tidak pernah diikuti dengan kenaikan harga TBS (Tandan Buah Sawit) yang dihasilkan petani sawit.

“Dampak lanjut dari Kenaikan BBM ini bagi petani kelapa sawit akan memperbesar biaya indek K (indek K adalah Potongan pabrik untuk TBS milik petani dalam rangka biaya pengolahan dan pengangkutan CPO-Crude Palm Oil) yang di atur dalam penentuan harga Komoditas kelapa sawit dan itu menguntungkan perusahaan perkebunan. Dalam proses ini, pengusaha perkebunan akan melibatkan petani sawit menanggung biaya tinggi dari kenaikan BBM tersebut melalui Indek K,” papar Darto.

Menurut dia, besarnya biaya ongkos pengangkutan Tandan Sawit dari kebun ke pabrik menjadi salah satu dampak terkait kenaikan BBM. Diperkirakan, kenaikan ongkos angkut tersebut sebesar 150 % dengan biaya angkut sebesar Rp 180/kg. Hal tersebut ditambah lagi dengan biaya lain seperti upah panen dan harga pengangkutan pupuk. Selain itu kondisi jalan yang rusak dalam rangka pengangkutan buah sawit juga akan berpengaruh pada naiknya transportasi pengangkutan. “Dengan demikian petani swadaya akan semakin terpuruk karena harga sawit akan ditentukan oleh tengkulak yang akan ditentukan lebih rendah lagi dari pabrik karena proses pengangkutan dan kondisi jalan yang kurang memadai,” tukasnya.

Begitu pun buruh perkebunan yang statusnya Buruh Harian Lepas atau buruh kontrak yang jumlahnya 60% akan terkena dampak dari kenaikan BBM tersebut. “Upah buruh kontrak belum sesuai dengan standar kehidupan layak, karena standar upahnya selalu berada di bawah UMR (Upah Minimum Regional),” ungkapnya.

Menurutnya, kehidupan buruh kontrak ini belum mendapatkan perhatian dari pemerintah ataupun perusahaan perkebunan yang mempekerjakannya. Sementara biaya transportasi dan biaya kehidupan sehari-hari dan peralatan pekerjaan dibiayai sendiri oleh buruh. “Sehingga, kenaikan harga BBM selain menurunkan daya beli nya juga berpengaruh kepada nasib masa depannya dan hilangnya pekerjaan,” tukasnya.

Ia menambahkan, situasi konflik dalam perkebunan kelapa sawit yang terjadi selama ini juga harus menjadi sebuah pertimbangan tersendiri bagi pemerintah untuk masa depan kehidupan petani sawit dan buruh perkebunan. “Sesungguhnya, perkebunan kelapa sawit sebagaimana yang dicitrakan oleh pemerintah untuk kesejahteraan rakyat belumlah teruji dan masih pepesan kosong,” ketusnya.

Untuk itu, lanjut dia, bukan tidak mungkin, bahwa kenaikan harga BBM akan mempengaruhi secara langsung rumah tangga kehidupan petani dan buruh perkebunan dan tentunya kondisi itu akan memancing konflik dalam perkebunan yang lebih besar. “Kami sangat menolak n rencana pemerintah tersebut karena hanya akan menyengsarakan petani dan buruh serta masyarakat adat.

Sumber : http://sentanaonline.com/detail_news/main/6714/1/27/03/2012/Jelang-Kenaikan-BBM-Harga-Sembako-Tak-Terkendali-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar