Selasa, 26 Maret 2013

Bahasa Inggris Bisnis 2


1.     What is promotion?
Promotion is a technique used by companies to try to stimulate sales by offering something extra to the customer or supplier than what might otherwise be expected. This can come in the form of some sort of gifts or discounts, or as a specific advertising campaign tied to a single product or event. The goal of promotion marketing is to lure in consumers rather than to inform them about the products and services being offered. If done properly, promotions can be temporary measures that can stimulate business over a much longer period of time.

2.     What is sales promotion?
Sales promotion is in simple terms, any initiative by a brand or other organisation that works to promote sales, usage or trial of a product, resulting in their increase.
What this means for sales promotion is that it is an umbrella term that can be used to describe everything from a simple, money-off voucher, to a pack promotion offering prizes, and anything in-between. As suggested by the name of this form of promotion, the primary focus of sales promotion campaigns has been to have a direct impact on sales, however, with the ever increasing number of channels this promotion can be pushed through, there are obvious, significant positives that can also result from this type of marketing, such as increasing brand communications and getting a better idea from the mouths of consumers themselves as to just what they think when it comes to your products and services.

3.     Kinds of promotion?
Promotion includes all activities designed to inform, persuade and influence people when they are making the decision to buy. Promotion is made up of:


Advertising
• non-personal communication transmitted through mass media
Publicity
• free promotion through news stories in newsletters, newspapers, magazines and television
Sales Promotion
• all forms of communication not found in advertising and personal selling, including direct mail, coupons, volume discounts, sampling, rebates, demonstrations, exhibits, sweepstakes, trade allowances, samples and point-ofpurchase displays In designing a promotional plan, clearly spell out:
• Which objectives to use. It is possible to have more than one objective, but it is recommended that a company target its audience or run the risk of losing focus.
• What to say
• Who to say it to
• Criteria used to measure success
Suggestions for Inexpensive Promotion
Some inexpensive, appropriate and effective methods of promotion for the new food processor include advertising through:
• Personal selling
• Product demonstrations
• Direct mail
• Business cards
• Yellow Page listing
• Seminars
• Newsletters
• Contests
• Flyers
• Statement stuffers
• Window banners
• Greeting cards
• Sports team sponsor
• Home parties
• Ethnic services—languages spoken
Of course, one of the best free methods of promotion is good “word of mouth."
Promotion Objectives
The promotion objectives need to be clearly stated and measurable. They must be compatible with the objectives of the company, as well as the competitive and marketing strategies. Objectives vary for different products and different situations. For example, producers must promote differently to brokers than to wholesalers. When promoting to a broker, the producer must promote what he/she wishes the broker to present to the wholesaler. When promoting to a wholesaler, the producer simply wants the wholesaler
to purchase the product. There are five general promotional objectives to choose from. The five types of objectives for promotional activities are1:
• to provide information
• to increase demand
• to differentiate the product
• to accentuate the value of the product
• to stabilize sales

Present Tense
1.     My train leaves tomorrow morning
2.     The earth goes round the sun.
3.     Mary enjoys cooking.
4.     He likes bananas.
5.     She wants to be a dentist.
6.     Cow seat grass.
7.     Penguins live in the Antarctica.
8.     She lives in Los Angeles.
9.     They work in the bank.
10. Mark goes to school by bus.


Past Tense
1.     Yesterday, I had a very rough day.
2.     I got up early to go shopping.I stepped out of the door.
3.     it began to rain, so I had to go back to the apartment and get my umbrella.
4.     The elevator was out.
5.     I had to climb six flights of stairs to get to my place.
6.     I got back downstair.
7.     I was so exhausted.
8.     I had to sit down on a bench to rest.
9.     By that time, it had stopped raining.
10. but the ground was still wet.

Selasa, 04 Desember 2012

SENJAYA KERTIAWAN/ 16210445/ 3EA17


·      analisis jurnal 1

       Tema
Pengaruh Konsep Attachment Terhadap Loyalitas Pelanggan Kartu XL

·         Penyusun
Alfu Baiduri Amro (Universitas Islam Negeri (Uin) Malang)

·         Tahun Pembuatan 
12 Mei 2009

1.1  Latar Belakang 

Pertumbuhan perekonomian dunia saat ini telah mencapai situasi dimana persaingan telah menjadi kegiatan sehari-hari yang harus dihadapi oleh pelaku bisnis disetiap sektor kegiatan ekonomi. Akibatnya, tingkat persaingan antara industri yang sejenis semakin ketat. Hal ini disebabkan oleh banyaknya industri yang bermunculan dengan produk dan kualitas yang hampir sama. Termasuk di dalamnya adalah industry jasa telekomunikasi, hal ini terbukti dengan banyaknya opertor seluler yang menawarkan jasanya dalam bidang telekomunikasi. Dunia telekomunikasi Indonesia saat ini diramaikan dengan sistem telekomunikasi yang menggunakan teknologi global Sistem mobile (GSM), yaitu sebuah sistem komunikasi tanpa kabel yang dikembangkan dan digunakan secara menyeluruh di seluruh dunia. Sehingga penggunaannya dapat dilakukan dimanapun juga selama ada jaringan yang memberikan layanan. Pertumbuhan bisnis seluler GSM (Global System for Mobile Communication) berkembang sangat pesat. Meningkatnya minat dan kebutuhan akan telepon seluler (ponsel) mengakibatkan permintaan simcard yang cukup tinggi dan ikut mendorong pertumbuhan populasi ponsel di Indonesia. Populasi ponsel masih rendah dibanding jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari 200 juta orang. Tingkat penetrasi ponsel di Indonesia baru mencapai 22-24%. 

Menurut catatan sampai awal tahun 2007, jumlah nomor ponsel di Indonesia sudah mencapai sekitar 50 juta pelanggan, meski jumlah pelanggan sebenarnya tidak sebesar itu. Ini terjadi karena ada banyak orang yang menggunakan macam-macam kartu dari operator yang berbeda sesuai dengan kepentingannya dan adanya nomor-nomor hangus (churn) tetapi masih tetap tertera dalam data operator. Sebagai perbandingan, di Singapura penetrasi ponsel telah mencapai angka 97,7% (Majalah Marketing, Juni 2006), di sana jumlah pelanggan boleh dikatakan angka sebenarnya karena operator yang ada (Sing Tel, Star Hub, Mobile One) mempunyai kualitas yang setara dan umumnya satu orang menggunakan satu kartu, sehingga loyalitas pelanggan dapat dijamin.

Di Indonesia muncul beberapa operator telepon seluler yang berbasis GSM diantaranya yaitu: PT. Telkomsel, PT. Indosat Multi Media Mobile, PT. Lippo Telecom, dan PT. Excelcomindo Pratama. Operatoroperator tersebut mempunyai produk yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya walaupun ada beberapa kesamaan yang dimiliki oleh mereka. PT Excelcomindo Pratama Tbk, atau disingkat XL, adalah salah satu perusahaan operator telekomunikasi seluler di Indonesia. XL mulai beroperasi secara komersial pada tanggal 8 Oktober 1996, dan merupakanperusahaan swasta pertama yang menyediakan layanan telepon mobile di Indonesia. XL memiliki empat produk GSM, yaitu XL Bebas (prabayar), Jempol (prabayar), Xplor (pascabayar), dan Jimat(dulunya merupakan jenis layanan untuk Jempol, tetapi kemudian dikembangkan menjadi produksendiri yang lebih dikhususkan untuk komunikasi ke luar negeri). Selain itu XL juga menyediakan layanan korporat yang termasuk Internet Service Provider (ISP) dan VoIP. XL Bebas merupakan salah satu produk unggulan (Core Product) dari PT Excelcomindo Pratama Tbk yang berbasis GSM dalam bentuk kartu prabayar dengan beberapa keunggulan dan fitur. (www.xl.co.id)

Proses pemasaran itu terjadi atau di mulai jauh sejak sebelum barang-barang di produksi. Keputusan-keputusan dalam pemasaran harus di buat untuk menentukan produk dan pasarnya, harganya, dan promosinya. Kegiatan pemasaran tidak bermula pada saat selesainya proses produksi, juga tidak berahir pada saat penjualan dilakukan. Perusahaan harus dapat memberikan pandangan yang baik terhadap perusahaan jika mengharapkan usahannya dapat berjalan terus. (Swasta dan Sukotjo 1993:179).

Di era perdagangan bebas dewasa ini, perusahaan dituntut untuk menemukan dan membangun sistem manajemen yang mampu secara profesional meretensi para pelanggannya. Untuk itulah, perusahaan dituntut untuk mampu memupuk keunggulan kompetitifnya masingmasing melalui upaya-upaya yang kreatif, inovatif, secara efisien, sehingga menjadi pilihan dari banyak pelanggan yang pada gilirannya nanti diharapkan menjadi loyal (Hurriyati, 2005: 127).

Loyalitas pelanggan memiliki peranan yang besar bagi keuntungan perusahaan. Dalam jangka panjang lebih menguntungkan memelihara pelanggan lama dibandingkan terus menerus menarik dan menumbuhkan pelanggan baru, karena semakin mahalnya biaya perolehan pelanggan baru dalam iklim kompetisi yang sedemikian ketat. Misalnya saja dalam persaingan bisnis GSM, saat para operator begitu gencar melakukan promosi untuk mendapatkan pelanggan baru. Harga kartu perdana (starter pack) semakin murah, di mana harga jualnya di bawah nilai pulsa yang ada di dalamnya untuk menarik pelanggan baru. Padahal hanya berhasil menjual kartu perdana saja bukan berarti menambah pelanggan baru, karena yang terjadi saat ini banyak dari para pelanggan baru tersebut membuang kartu-kartu perdana ketika masa aktifnya habis, karena ia harus melakukan pengisian ulang pulsa, ia harus mengeluarkan uang lebih banyak untuk mengisi pulsanya dan lebih untung membeli kartu perdana ketimbang mengisi ulang kartu lamanya. Persaingan yang semakin ketat antara institusi penyedia produk belakangan ini bukan hanya disebabkan globalisasi. Tetapi lebih disebabkan karena pelanggan semakin cerdas, sadar harga, banyak menuntut, dan didekati oleh banyak produk. Kemajuan teknologi komunikasi juga ikut berperan meningkatkan intensitas persaingan, karena memberi pelanggan akses informasi yang lebih banyak tentang berbagai macam produk yang ditawarkan. Artinya pelanggan memiliki pilihan yang lebih banyak dalam menggunakan uang yang dimilikinya.

Dalam kondisi semakin meningkatnya persaingan antara produkproduk sejenis (dalam hal ini adalah persaingan dalam bisnis inidustri telekomunikasi), maka perusahaan yang satu dengan yang lain saling bersaing merebutkan konsumen. Perusahaan yang mampu menciptakan dan mempertahankan pelangganlah yang akan sukses dalam persaingan. Oleh sebab itulah perusahaan berusaha mencari konsumen yang sebanyak-banyaknya dan pada akhirnya konsumen tersebut nantinya diharapkan akan menjadi pelanggan yang loyal. Usaha untuk memperoleh pelanggan yang loyal tidak bisa dilakukan sekaligus, tetapi melalui beberapa tahapan, mulai dari mencari pelanggan potensial sampai memperoleh partners (Hurriyati, 2005: 128). Salah satu strategi yang digunakan oleh operator seluler untuk menarik konsumen yang sebanyak-banyaknya adalah dengan memproduksi kartu perdana secara massal dengan tingkat harga jual yang rendah (di bawah harga isi ulang pulsa reguler). Strategi ini digunakan hampir oleh semua operator seluler dalam upaya meningkatkan konsumennya, termasuk juga oleh PT. Exelcomindo Pratama. Tbk dengan produk utamanya Kartu XL Bebas. Namun ditengah gencarnya promosi menjual kartu perdana dengan harga murah ini muncullah suatu hal yang sangat ironi bagi perusahaan, yaitu tentang fenomena tingginya Churn rate (tingkat kartu hangus).

Menurut Indonesia Development Monitoring Research (IDM) melaporkan bahwa hasil survey yang dilakukan IDM tentang pengguna seluler di Indonesia adalah bahwa Persaingan bisnis telekomunikasi  sangatlah ketat. Para operator berlomba-lomba untuk menambah jumlah customer base-nya. Dalam enam bulan terakhir 2008 perang penjualan kartu perdana murah yang dilakukan para operator cukup marak. Kondisi ini mendorong peningkatan Churn rate (kartu hangus), akibatnya kartu perdana kini menjadi semacam Calling Card, hanya digunakan ketika pulsa masih ada dan bila sudah tidak ada pulsanya, kartu akan dibuang kemudian beralih ke kartu lain. Churn rate di Indonesia bisa mencapai 26% dalam setahun, sementara yang terjadi di Asean rataratanya mencapai 15%. Tingginya Churn rate, dipacu oleh murahnya harga pulsa kartu perdana bila dibandingkan dengan pulsa isi ulang. (www.detiknet.com)

Manager Marketing PT Excelcomindo (XL) Central Region Nurul Nurnasari berpendapat bahwa pelanggan ponsel di Indonesia masih sensitif dengan masalah tarif. Ketika ada operator yang menawarkan tariff lebih murah, pelanggan langsung berpindah operator. Perpindahan pelanggan dari operator yang satu ke operator lainnya inilah yang memicu tingginya churn. Pelanggan secara otomatis menghanguskan kartu ponsel yang lama pindah ke operator lainnya. Setelah memberlakukan tarif murah, tingkat churn di XL mencapai 40 persen.

Menurut Nurul, tarif murah memang efektif untuk menjaring pelanggan baru namun tidak untuk mencari pelanggan loyal. Kenyataan ini merupakan hal yang ironis bagi perusahaan, di satu sisi perusahaan berusaha untuk terus menambah jumlah pelanggannya dengan menjual kartu perdana murah, namun di sisi lain perusahaan juga dengan mudah akan ditinggalkan pelanggannya. Pada dasarnya semua perusahaan mengharapkan pelanggan yang loyal agar dapat menjadi ujung tombak perusahaan dalam memenangkan persaingan, akan tetapi dalam melakukan program pemasarannya seringkali terjadi gap antara perusahaan dan pelanggannya sehingga tawaran yang diberikan oleh perusahaan tidak dapat berjalan secara utuh.

Dalam hal ini perusahaan memberikan tawaran kartu perdana murah dengan harapan akan dapat menambah jumlah konsumen dan nantinya menjadi pelanggan yang loyal, akan tetapi di sisi lain konsumen menggunakan kartu perdana tersebut untuk sekali pakai (Calling Card).

Loyalitas merupakan suatu ukuran keterkaitan pelanggan kepada sebuah merek. Ukuran ini mampu memberikan gambaran tentang mungkin tidaknya seorang pelanggan beralih ke merek produk yang lain, terutama jika pada merek tersebut didapati adanya perubahan, baik menyangkut harga ataupun atribut lain (Durianto dkk, 2001:62). Kotler, Hayes dan Bloom (2002) menyebutkan ada enam alasan mengapa suatu institusi perlu mendapatkan loyalitas pelanggannya. Pertama: pelanggan yang ada lebih prospektif, artinya pelangganloyal akan memberi keuntungan besar kepada institusi. Kedua: biaya mendapatkanpelanggan baru jauh lebih besar berbanding menjaga dan mempertahankanpelanggan yang ada. Ketiga: pelanggan yang sudah percaya pada institusi dalam suatu urusan akan percaya juga dalam urusan lainnya. Keempat: biaya operasiinstitusi akan menjadi efisien jika memilikibanyak pelanggan loyal. Kelima: institusi dapat mengurangkan biaya psikologis dan sosial dikarenakan pelanggan lama telah mempunyai banyak pengalaman positifdengan institusi. Keenam: pelanggan loyal akan selalu membela institusi bahkan berusaha pula untuk menarik dan memberi saran kepada orang lain untuk menjadi pelanggan.

Menurut Griffin (2003: 20-21) faktor yang menentukan loyalitas pelanggan terhadap produk atau jasa tertentu adalah keterikatan (attachment) yang tinggi terhadap produk atau jasa tertentu disbanding terhadap produk atau jasa pesaing potensial, dan pembelian yang berulang. Keterikatan yang dirasakan pelanggan terhadap produk ataujasa dibentuk oleh dua dimensi: tingkat preferensi (seberapa besar keyakinan pelanggan terhadap produk atau jasa tertentu) dan tingkat diferensiasi produk yang dipersepsikan (seberapa signifikan pelanggan membedakan produk atau jasa tertentu dari alternatif-alternatif lain). Dimensi Attachment tentang preferensi konsumen mencakup kategori sosial, kejiawaan dan kepribadian. Hal ini menggambarkan pengaruh yang berasal dari aspek internal konsumen. Sedangkan dimensi diferensiasi produk mencakup kategori merek, kualitas dan harga. Oleh sebab itulah Berdasarkan uraian diatas dan melihat betapa pentingnya nilai dari keterikatan yang dirasakan oleh konsumen terhadap suatu produk dalam turut membentuk loyalitas pelanggan maka penelitian ini mengambil judul ”Pengaruh Konsep Attachment Terhadap Loyalitas Pelanggan Kartu Xl (Survey Pada Xl Center Cabang Malang)”.


1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, maka dapat diidentifikasikan rumusan masalahnya sebagai berikut:
1        Apakah terdapat pengaruh signifikan secara simultan dari variabel attachment yang terdiri dari dimensi tingkat preferensi dan tingkat differensiasi terhadap loyalitas konsumen ?
2        Apakah terdapat pengaruh signifikan secara parsial dari variabel attachment yang terdiri dari dimensi tingkat preferensi dan tingkat differensiasi terhadap loyalitas konsumen ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan :
1        Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh signifikan secara simultan dari variabel attachment yang terdiri dari dimensi tingkat preferensi dan tingkat differensiasi terhadap loyalitas konsumen.
2        Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh signifikan secara parsial dari variabel attachment yang terdiri dari dimensi tingkat preferensi dan tingkat differensiasi terhadap loyalitas konsumen.

1.4 Batasan Masalah
Dalam penyusunan skripsi ini lebih terarah dan tidak terlalu melebar, maka indikator dan variabel yang digunakan dalam penelitian hanya dibatasi pada masalah preferensi dan diferensiasi yang relevan terhadap produk kartu prabayar serta pengaruhnya terhadap kesediaan konsumen untuk terus menggunakan kartu
Perdana tersebut (loyalitas konsumen). Karena sebagaimana diketahui bahwa meski secara fisik produk kartu perdana adalah berbentuk “industri barang” akan tetapi dalam sifat penggunaan selanjutnya merupakan “industri jasa”.

1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi berbagai pihak yaitu:
1. Bagi peneliti
1.      Aplikasi dari ilmu yang diperoleh peneliti selama mengikuti perkulihaan.
2.      Indikator sejauh mana ilmu yang sudah diperoleh selama mengikuti perkuliahan dapat diterapkan secara nyata dalam dunia usaha.

2. Bagi ilmu pengetahuan
1.      Menambah khasanah keilmuan dalam bidang pemasaran khususnya loyalitas yang dapat terus dikembangkan sesuai dengan tuntutan perkembangan dunia perekonomian.
2.      Bahan masukan untuk mengevaluasi sejauh mana kurikulum yang diberikan mampu memenuhi tuntutan perkembangan dunia perekonomian khususnya pemasaran pada saat ini.
  
3. Bagi perusahaan
1.      Informasi untuk menentukan kebijakan perusahaan yang menyangkut loyalitas konsumen.
2.      Bahan pertimbangan untuk mengevaluasi strategi pemasaran khususnya mengenai masalah loyalitas konsumennya.

Minggu, 21 Oktober 2012

MAKNA DENOTATIF


Makna denotatif adalah makna dalam alam wajar secara eksplisit. Makna wajar ini adalah makna yang sesuai dengan apa adanya. Denotatif adalah suatu pengertian yang dikandung sebuah kata secara objektif. Sering juga makna denotatif disebut maka konseptual, makna denotasional atau makna kognitif karena dilihat dari sudut yang lain. Pada dasarnya sama dengan makna referensial sebab makna denotasi ini lazim diberi penjelasan sebagai makna yang sesuai dengan hasil menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan, atau pengalaman lainnya.
Denotasi adalah hubungan yang digunakan di dalam tingkat pertama pada sebuah kata yang secara bebas memegang peranan penting di dalam ujaran (Lyons, I, 1977:208). Dalam beberapa buku pelajaran, makna denotasi sering juga disebut makna dasar, makna asli, atau makna pusat.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa makna denotasi adalah makna sebenarnya yang apa adanya sesuai dengan indera manusia. Kata yang mengandung makna denotatif mudah dipahami karena tidak mengandung makna yang rancu walaupun masih bersifat umum. Makna yang bersifat umum ini maksudnya adalah makna yang telah diketahui secara jelas oleh semua orang. Berikut ini beberapa contoh kata yang mengandung makna denotatif:

1. Dia adalah wanita cantik

Kata cantik ini diucapkan oleh seorang pria terhadap wanita yang berkulit putih, berhidung mancung, mempunyai mata yang indah dan berambut hitam legam.

2. Tami sedang tidur di dalam kamarnya.

Kata tidur ini mengandung makna denotatif bahwa Tami sedang beristirahat dengan memejamkan matanya (tidur).
Masih banyak contoh kata-kata lain yang mengandung makna denotatif selama kata itu tidak disertai dengan kata lain yang dapat membentuk makna yang berbeda seperti contoh kata wanita yang makna denotasinya adalah seorang perempuan dan bukan laki-laki. Namun bila kata wanita disertai dengan kata malam (wanita malam) maka akan menghasilkan makna lain yaitu wanita yang dikonotasikan sebagai wanita nakal.
CIRI-CIRI KATA BERMAKNA DENOTASI YAITU :

1)      Makna kata sesuai apa adanya,
2)      Makna kata sesuai hasil observasi,
3)      Makna yang menunjukkan langsung pada acuan atau makna dasarnya.


Referensi :

MAKNA KONOTATIF


Zgusta (1971:38) berpendapat makna konotatif adalah makna semua komponen pada kata ditambah beberapa nilai mendasar yang biasanya berfungsi menandai. Menurut Harimurti (1982:91) “aspek makna sebuah atau sekelompok kata yang didasrkan atas perasaan atau pikiran yang timbul atau ditimbulkan pada pembicara (penulis) dan pendengar (pembaca)”.
Sebuah kata disebut mempunyai makna konotatif apabila kata itu mempunyai “nilai rasa”, baik positif maupun negatif. Jika tidak memiliki nilai rasa maka dikatakan tidak memiliki konotasi, tetapi dapat juga disebut berkonotasi netral. Positif dan negatifnya nilai rasa sebuah kata seringkali juga terjadi sebagai akibat digunakannya referen kata itu sebagai sebuah perlambang. Jika digunakan sebagai lambang sesuatu yang positif maka akan bernilai rasa yang positif; dan jika digunakan sebagai lambang sesuatu yang negatif maka akan bernilai rasa negatif. Misalnya, burung garuda karena dijadikan lambang negara republik Indonesia maka menjadi bernilai rasa positif sedangkan makna konotasi yang bernilai rasa negatif seperti buaya yang dijadikan lambang kejahatan. Padahal binatang buaya itu sendiri tidak tahu menahu kalau dunia manusia Indonesia menjadikan mereka lambang yang tidak baik.
Makna konotasi sebuah kata dapat berbeda dari satu kelompok masyarakat yang satu dengan kelompok masyarakat yang lain, sesuai dengan pandangan hidup dan norma-norma penilaian kelompok masyarakat tersebut. Misalnya kata babi, di daerah-daerah yang penduduknya mayoritas beragama islam, memiliki konotasi negatif karena binatang tersebut menurut hukum islam adalah haram dan najis. Sedangkan di daerah-daerah yang penduduknya mayoritas bukan islam seperti di pulau Bali atau pedalama Irian Jaya, kata babi tidak berkonotasi negatif.
Makna konotatif dapat juga berubah dari waktu ke waktu. Misalnya kata ceramah dulu kata ini berkonotasi negatif karena berarti “cerewet” tetapi sekarang konotasinya positif. Sebaliknya kata perempuan dulu sebelum zaman Jepang berkonotasi netral, tetapi kini berkonotasi negatif.
Makna Konotasi merupakan makna yang bukan sebenarnya dan merujuk pada hal yang lain. Terkadang banyak eksperts linguistik di Indonesia mengatakan bahwa makna konotasi adalah makna kiasan, padahal makna kiasan itu adalah tipe makna figuratif, bukan makna konotasi. Untuk itu, saya menyarankan anda membaca artikel saya yang berbahasa Inggris supaya lebih memahami mengenai makna konotasi dan denotasi di sini.
Makna Konotasi tidak diketahui oleh semua orang atau dalam artian hanya digunakan oleh suatu komunitas tertentu. Misalnya Frase jam tangan. (dikondisikan) Pak Slesh adalah seorang pegawai kantoran yang sangat tekun dan berdedikasi. Ia selalu disiplin dalam mengerjakan sesuatu. Pada saat rapat kerja, salah satu kolega yang hadir melihat kinerja beliau dan kemudian berkata kepada sesama kolega yang lain "Jam tangan pak Slesh bagus yah". Dalam ilustrasi diatas, frase jam tangan memiliki makna konotasi yang berarti sebenarnya disiplin. Namun makna ini hanya diketahui oleh orang-orang yang bekerja di kantoran atau semacamnya yang berpacu dengan waktu. Dalam contoh diatas, Jam Tangan memiliki Makna Konotasi Positif karena sifatnya memuji.

     Makna konotasi dibagi menjadi 2 yaitu :
1.Konotasi positif  merupakan kata yang memiliki makna yang dirasakan baik dan lebih sopan.
2.Konotasi negatif merupakan kata yang bermakna kasar atau tidak sopan.